Sabtu, 06 Agustus 2016

DEMIGOD


Demigod
Fantasy Romance
Kim Jong Woon, Jung Hyun Hoon, Se Hun


.
.
.
.

Hyun Hoon tidak pernah berpikir kalau ia akan berakhir  di Vienna, dulu waktu dirinya mengirimkan proposal pengajuan beasiswanya  negara yang menjadi tujuannya adalah Milan, Italy. Negara yang menjadi pusat mode di dunia. Karena dirinya memang mempunyai ambisi untuk menjadi seorang fashion designer terkenal di dunia. Meskipun impiannya untuk mendapatkan beasiswa di Milan tidak ia dapatkan setidaknya ia sangat bersyukur proposal pengajuan beasisiwanya diterima di salah satu sekolah fashion terbaik yang ada di Vienna, University of Applied Arts.

Menurutnya  Vienna selain menjadi kota tempat lahirnya para musisi ternama, kota ini juga menjadi kota fahion meski tidak menjadi kiblat fahion di dunia layaknya  Milan atau Paris. Terbukti dengan berdirinya  dia di depan sebuah  butik ternama  VIV Vintage yang berada di Gumpendorfer Strasse salah satu pusat perbelanjaan terbesar  Vienna. Memang banyak butik-butik yang berlomba-lomba menawarkan karya-karya hebat para desainer terkenal dunia di dalamnya, tapi menurut Hyun Hoon hanya toko ini yang lebih baik dari yang lainnya.

Setengah jam yang lalu Helmut Lang – dosen pembimbingnya - meminta dirinya untuk mengambil stelan jas yang dibelinya di toko ini. Meski Helmut Lang seorang desainer dia tetap memakai produk-produk orang lain ketimbang produk buatannya sendiri. Padahal seharusnya Hyun Hoon berada di kamarnya, bergulat dengan kertas-kertas gambar baju rancangannya untuk acara fashion show weeknya. Bukan selalu sibuk mengurusi urusan dosen pembimbingnya itu.

“Permisi… bisa aku ambil jas pesanan Mr. Lang?” tanya Hyun Hoon pada pramusaji di depannya.

Pramusaji itu menatap Hyun Hoon dengan pandangan dari atas ke bawah menilai dirinya apakah cukup dipercaya untuk mengambil jas pesanan yang harganya bisa mencekik lehernya itu. Tau dengan ketidakyakinan pramusaji di depannya itu Hyun Hoon segara mengeluarkan memo perintah yang ditulis Helmut Lang untuknya. Untung saja dia berinisiatif memintanya kalau tidak mungkin dia akan ditendang keluar dari butik mewah ini.

This, you can see the memo orders from Mr. Lang.” Hyun Hoon mengangsurkan kertas memonya ke hadapan pramusaji. Dirasa cukup dipercaya pramusaji itu pergi ke area belakang untuk mengambil stelan jas yang diminta.

10 menit sekembalinya  pramusaji, Hyun Hoon menerima jas mahal pesanannya dengan  hati-hati. Dia cukup tahu diri untuk tidak merusak siinci pun jas tersebut, karena jika itu terjadi Hyun Hoon tidak tahu harus menggantinya dengan uang dari mana.

Begitu keluar dari butik  angin  musim dingin langsung menerpa kulit pipinya, dan itu membuat kedua pipinya semerah buah chery. Karena tergesa-gesa Hyun Hoon meninggalkan syalnya di kamarnya. Bukan meninggalkan tapi lebih tepatnya dia meluapakannya.

Damn! Seharusnya aku tidak melupakan syalku di kamar,” gerutunya sambil terus melangkah menuju halte bus.

Angin dipenghujung musim dingin memang menyebalkan, menurutnya angin akan berhembus dua kali lipat lebih kencang dari sebelum-sebelumnya. Jalanan aspal pun terlihat mengkilat karena masih terselimuti es. Untuk itu  Hyun Hoon membawa langkahnya dengan hati-hati dia tidak mau terpleset dan melukai jas mahal yang dibawanya.

Vienna memang akan berubah menjadi lautan salju saat musim dingin, mungkin karena letak geografisnya  yang berdekatan dengan negara-negara yang mempunyai musim dingin yang ekstrim seperti ; Jerman, Swiss, dan lainnya. Dan juga mempunyai  gunung yang tertutup dengan salju abadi, Alpen.

Tinggal beberapa langkah lagi kakinya sampai di halte bus tiba-tiba seorang pria muncul dari balik pohon di pinggir jalan. Sontak membuat Hyun Hoon hampir terjungkal ke belakang kalau saja dia tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya.

OH MY GOD!” pekiknya.

Sementara itu lelaki yang muncul dari balik pohon tersebut hanya menertawakan reaksi Hyun Hoon yang mana justru membuat Hyun Hoon bertambah jengkel.

Gute-Nacht-Fräulein!” sapanya dengan bahasa Jerman yang terdengar fasih. Hyun Hoon pikir lelaki ini adalah penduduk asli  Vienna  karena pelafalannya yang berbeda dengan orang-orang pendatang, seperti dirinya.

“Maaf, membuat anda  terkejut, Fräulein . Seharusnya aku bisa muncul dihadapan anda dengan waktu yang pas,” katanya lagi dengan suara yang serak dan berat.

Melihat keadaan sekitar yang sedikit sepi Hyun Hoon sedikit waspada terhadap lelaki di depannya, dia mengeratkan jari-jarinya di tas tangan dan juga jas yang dibawanya. Takut-takut kalau lelaki ini adalah seorang perampok.

Gerakan mengantisipasi  Hyun Hoon justru membuat lelaki bercoat panjang itu tertawa serak. “Aku tidak berniat untuk merampok anda, Fräulein. Jadi, tenang saja.”

“Jadi – ” dia memberi jeda dalam perkataannya untuk menarik atensi Hyun Hoon. “ – apakah anda tertarik untuk mendengarkan satu lagu, Fräulein ?”

Hyun Hoon mengerjapkan matanya dia masih belum fokus dengan apa yang diminta oleh lelaki di hadapannya itu.

“Hm?”

“Aku anggap kau setuju untuk mendengarkan laguku.” Lelaki itu mengeluarkan sebuah lira kecil yang disimpannya di dalam long coatnya.

Lelaki itu tersenyum dan Hyun Hoon menyadari jika lelaki di depannya itu tampan. Meski sebagian wajahnya tertutup topi rajut dan syal tapi Hyun Hoon bisa melihat dengan jelas garis wajah lelaki di hadapannya itu karena terbias cahaya lampu jalanan. Garis wajah kuno klasik dengan rahang yang tegas, seperti patung-patung pahatan Michelangelo yang sering dilihatnya.

Hyun Hoon tak habis pikir kenapa lelaki setampan ini bisa berakhir menjadi pengamen jalanan seperti ini. Padahal bisa saja dia menjadi model terkenal, bahkan dewi  Afrodit bisa saja jatuh hati dengan lelaki ini. Terkadang dunia memang tidak adil bagi manusia.

Hyun Hoon menoleh ringkas lalu memperhatikan saat lelaki itu mulai menggerakkan jari-jarinya di senar lira miliknya.

Cerdas sekali!

Nada-nada sempurna mengalun dari kelihaian jari-jarinya. Hyun Hoon seperti melihat nada-nada itu melingkupi tubuhnya, membalut layaknya selimut yang menghangatkan tubuhnya.

‘Oh, ini lebih indah dari musik klasik milik Mozart dan Van Beethoven,’ pikirnya.

Nada-nada liranya begitu lugas dan indah. Seolah menarik Hyun Hoon untuk bergerak mengikuti iramanya; membelainya dalam kemabukan musikal yang lugu.  Kaki-kakinya bergerak diluar kendali Hyun Hoon; mengikuti nadanya tanpa sadar.

Sampai  kaki-kakinya  membawa Hyun Hoon terperosok ke dalam lubang. Hyun Hoon membuka matanya dengan panik dan melihat pemuda tadi tersenyum mengejek di atasnya. Bisa Hyun Hoon lihat pemuda itu melepas  topi rajutnya dan juga syal yang dikenakannya. Rambutnya yang keemasan disekanya kebelakang lalu dia menyimpan kembali liranya. Pesona ketampanannya berkali-kali lipat lebih tajam dan menyilaukan penglihatan Hyun Hoon. Sementara itu Hyun Hoon berusaha menggapai sesuatu yang bisa membantunya keluar dari lubang itu.

“TOLONG!” serunya putus asa sementara tubuhnya semakin merosot ke dalam dengan pasti.

“Selamat jalan, Fräulein,” kata pemuda itu dan membungkuk hormat.

Saat itu juga otak Hyun Hoon bekerja lebih cepat dari biasanya.

Ketampanan yang mempesona…  Lira…  Nada yang kaya dan cerdas…  Dan lubang ini…

“ORPHEUS!” teriak Hyun Hoon yang kemudian menghilang dalam kegelapan. “KAU ORPHEUS.”

Orpheus, pemuda tampan itu tersenyum. “Aku senang ternyata banyak sekali orang-orang yang mengenaliku dalam perjalanan ke dunia bawah,” katanya lalu menghilang dalam sapuan angin dingin malam.


.
.
.
.

Hyun Hoon tidak pernah berpikir kalau dia akan bertemu dengan salah satu dewa Yunani. TIDAK PERNAH. Lagi pula dia tidak mempercayai kalau dewa-dewa itu masih hidup  di abad ke dua puluh satu. Bukannya itu hanya mitos, atau sekedar dongeng tidur untuk anak-anak.

Dulu dia memang pernah mempelajari tentang mitologi dewa-dewa Yunanani kuno waktu dirinya duduk di bangku senior high school. Tapi tidak pernah terbesit angannya untuk bertemu dengan mereka, karena dia bukan Kim – teman sebangkunya – yang terobsesi  ingin bertemu dengan dewa-dewa Yunani kuno.

Sampai dia terperosok ke dalam lubang yang menyedotnya untuk jatuh semakin dalam, hingga berakhir terjatuh di atas kerikil-kerikil kecil yang membuatnya mengaduh kesakitan. Barulah dia percaya kalau dunia para dewa itu masih ada hingga saat ini.

Hyun Hoon mencoba bangun berdiri dan membersihkan tubuhnya. Di bawah kakinya tergeletak tragis stelan jas mahal milik Mr. Lang yang sudah kusut dan terkena genangan air berwarna coklat. Hatinya mencelos melihat kondisi jasnya, bagaimanapun juga dia harus membayar mahal untuk mengganti jas tersebut. Nanti setelah dia berhasil keluar dari tempat ini.

Hyun Hoon berada di sebuah lorong gua panjang dan dingin. Ada air yang menetes dari langit-langit gua dan suaranya memantul hingga ke dalam.

Gadis itu bersin.

Dia mengusap ujung hidungnya yang mulai memerah, udara dingin di dalam gua melingkupi tubuhnya. Dia mendesah pasrah saat dilihat sekelilingnya sepi dan gelap. Rasanya Hyun Hoon ingin menangis saat itu juga karena dengan mudah terjebak Orpheus – dewa musik sialan – dia bersumpah akan menggantung lehernya di puncak gunung Alpen jika bertemu lagi.

Hyun Hoon menyeret langkahnya menyusuri lorong gua tersebut antara berani dan takut. Dalam perjalanannya dia banyak sekali menemukan persimpangan-persimpangan yang membuat bulu kuduknya berdiri. Yang paling buruk adalah persimpangan yang berisi tulang-tulang manusia dengan pakaiannya.

Pada akhirnya Hyun Hoon hanya seorang gadis yang akan menangis ketika dihadapi dengan sesuatu yang membuatnya takut dan putus asa. Dia jatuh terduduk di atas tanah becek yang berlubang. Membuat kotor long coat kesayangannya. Rambutnya yang sewarna coklat madu menjadi lembab dan lengket. Sedangkan sepatu bootsnya berwarna senada dengan lumpur, coklat kehitaman.

Suara tangisnya yang berdeguk menggema memenuhi setiap sel dalam gua, membuat siapapun yang mendengarnya merasa iba dengan gadis ringkih itu. Dan dalam kekalutan serta ketidakfahamannya kenapa Orpheus dengan tega menjebaknya ke dunia bawah; dunianya orang mati. Ia mencoba bangkit disisa-sisa keberaniannya.

Tangan Hyun Hoon menggapai-gapai di dinding yang lembab dan dingin, kedua irisnya mencoba menembus batas hitam pekat yang diharapkannya ada cahaya di ujung sana. Tangisnya belum berhenti.

Otaknya sedang berpikir keras kenapa dia bisa berakhir di dunia bawah yang menakutkan ini. Apa ada kesalahan dari nenek moyangnya yang mengharuskan dia menerima hukumannya dengan dibuang kesini? atau nenek moyangnya yang punya perjanjian dengan para dewa sehingga dia yang harus menebusnya?

Pikirannya rasanya kusut seperti jalinan benang yang menggumpal jadi satu. Awalnya sebagai gadis Eropa yang modis lagi cerdas yang berkuliah di universitas ternama Vienna. Dan impiannya menjadi seorang fashion desainer terkenal harus hancur dalam sekejap karena terjebak disini; di gorong-gorong panjang yang dingin dan gelap.

Hyun Hoon frustasi.

Dia tiba si sebuah sungai . Sungai yang lebarnya lima kali lipat dari sungai-sungai yang ada di dunia. Sungai tersebut mempunyai aliran air yang deras, terlihat sangat dalam dan gelap, sebagian airnya mengalir ke permukaan, dan airnya beracun.

Hyun Hoon mengerjapkan matanya, dia masihi disorientasi dengan semua kejadian yang menimpanya saat ini. Terlihat sekali jika sungai ini seperti tidak memiliki ujungnya. Dan saat itulah dari balik kabut tebal muncul seorang lelaki tua berjanggut putih panjang dengan perahu kayu yang terlihat reyot menghampiri tepian sungai.

“Makhluk hidup?” katanya dengan suara yang berat. “Apa yang kau lakukan di dunia bawah?”

“Apa?” ulang Hyun Hoon, otaknya serasa lamban memahami perkataan pria tua di hadapannya.

“Kau masih bernapas,” katanya lagi. “Jantungmu masih berdetak.”

Kedua alisnya mengernyit saat memahami perkataan lelaki tua itu. “Tentu saja aku masih bernapas!” balas Hyun Hoon sengit. Tidak terima dengan ucapannya.

“Lalu untuk apa kau kemari?”

“aku? Seharusnya aku yang bertanya kenapa aku bisa disini?” Hyun Hoon mencoba mengatur nafasnya yang putus-putus akibat emosinya yang membuncah.

“Mungkin dia kiriman dari Orpheus untuk Raja kematian sebagai pertukaran dalam membebaskan Eurydice, kekasihnya, Charon.”

Hyun Hoon dan lelaki tua yang dipanggil Charon itu menoleh dan menemukan lelaki dengan baju zirah Yunani kuno berpendar di sisi kanan Hyun Hoon. Dan membuat Hyun Hoon terperanjat dari tempatnya.

Apa tadi? Dia bilang dirinya sebagai pertukaran untuk membebaskan kekasihnya Orpheus? Orpheus benar-benar harus dipenggal kepalanya dan digantung di pegunungan Alpen.

“Aku rasa Raja  kematian  mengganti seleranya dengan  gadis-gadis Eropa.” Charon menoleh ringkas ke arah Hyun Hoon.

“Mungkin saja,” balas pemuda itu dan tersenyum ke arah Hyun Hoon. “Halo, aku Pirithous,” katanya mengenalkan diri dengan gaya yang dibuat sok tampan. Justru membuat Hyun Hoon mual.

“Yeah, aku yakin kau sudah pernah mendengar kisahku yang mencoba menculik Persefone. Tapi percayalah bukan aku yang melakukannya tapi si Theseus. Lagi pula aku tidak mempunyai selera dengan wanita yang sudah bersuami. Aku lebih tertarik dengan gadis-gadis yang masih perawan.” Dia melirik penuh arti ke arah tubuh Hyun Hoon.

Ya, Hyun Hoon memang pernah mendengar cerita tentang Pirithous yang bersekongkol dengan sahabatnya Theseus untuk menculik istri Hades – dewa kematian – persefone, karena terpikat dengan kecantikannya. Tapi, sayangnya Hades sudah lebih dulu mengetahui niat jahat mereka dan menghukumnya  lebih dulu.

“Kau mungkin saja bisa menggoda Persefone, dude. Tapi tidak untuk gadis Eropa ini.” Itu Charon yang bilang di sela-sela suara tawanya yang serak dan berdeguk.

“Naiklah, aku harus menyelesaikan pekerjaanku dengan mengantarkanmu ke hadapanNYA,” perintah Charon.

“Nya?” ulang Hyun Hoon. “ Siapa?”

Pirithous mendesah jengah. “Memangnya siapa lagi? tentu saja Raja orang mati.”

Kedua iris hazel Hyun Hoon membola, terlalu schok mendengar perkataan Pirithous. “ Tapi aku belum mati,” belanya.

Pirithous merasa kasihan dengan keadaan Hyun Hoon, dia tahu gadis ini pasti sangat takut sekarang. Terlihat sekali wajahnya yang pucat pasi.

“Dengar, nona. Aku tahu kau belum mati, tapi kau harus ikut dengan Charon menyeberangi sungai Akheron menuju gerbang Neraka – tidak jangan panik!” tambahnya saat melihat Hyun Hoon mundur dengan panik ketika mendengar kata neraka.

“Kau belum mati, oke! Jadi kau dan Charon hanya melewati gerbang Neraka. Lalu Charon akan membawamu ke hadapan Raja kematian,” katanya.

“Percaya padaku kalau kau tidak akan disakitinya.”

Haruskah Hyun Hoon mempercayai hantu di depannya itu? kata-katanya terlalu meyakinkan dirinya.

“Aku harap kau ingat, Pirithous. Jika pekerjaanku menumpuk untuk mengantarkan arwah-arwah manusia. Jadi, bisa kau percepat membujuk gadis itu,” gerutu lelaki tua itu di atas perahu reyotnya.

“Tapi, kenapa harus aku yang dibawa ke Raja kematian?” tanya Hyun Hoon putus asa. “Kembalikan aku ke dunia ku!” dia nyaris terisak lagi di hadapan hantu Pirithous dan tukang dayung yang tidak ramah.

Pirithous menoleh ke arah Charon, lalu menghendikkan bahunya. “Hanya Orpheus yang tahu,” katanya.

“Dia memang sering menjebak gadis-gadis cantik sebagai tebusan untuk  kekasihnya dan dikirim ke Raja kematian.”

“Bagaimana kalau kau seret saja gadis itu ke perahu? Pekerjaanku banyak dan aku tidak pernah digaji,” kata Charon bosan.

Pirithous menoleh ke arah Hyun Hoon yang menatap sebal Charon. “Kau tidak mau membuat pri tua itu bosan menunggu kan? dia agak kasar  kalau sedang marah.”

Mau tidak mau Hyun Hoon melangkahkan kakinya ke atas perahu kayu yang reyot  dan sedikit oleng karena terkena gelombang kecil aliran sungai. Charon menggapainya dan menyuruhnya duduk di sebilah papan yang difungsikan sebagai tempat duduk.

“Semoga perjalanmu menyenangkan, Nona. Dan hati-hati dengan Kerberos.”

Hyun Hoon memutar bola matanya jengah. ‘Sial. Aku mulia mempercayai hantu.’ Gerutunya.

Perahu kayu yang Charon dayung terus melaju melawan arus aliran sungai yang berlawanan. Dia mendapatkan banyak barang-barang duniawi yang hanyut di sungai Akheron; boneka yang nampak lusuh, jam, sepatu, tas, dan lain-lain.

“Itu semua barang-barang duniawi yang dikubur atau dibakar bersamaan dengan para arwah oleh keluarga mereka,” jelas Charon yang mengerti kebingungan di wajah Hyun Hoon.

Perahunya terus melaju meski lamban tapi pasti, sampai Hyun Hoon merasakan hawa panas yang menyengat dan sebuah sinar kuning keemasan yang menyilaukan matanya. Di ujung sana sebuah gerbang besar yang terbuat dari emas terbuka lebar saat perahu yang ditumpanginya masuk ke dalam. Terus meluncur  lalu kemudian  mengambang di udara.

Dan hal yang  dapat Hyun Hoon lakukan adalah menggigil ketakutan di tempatnya saat kedua matanya pertama kali melihat pemandangan di bawahnya. Sekumpulan manusia yang di gilas dengan lempengan besi besar yang panas. Dan juga berbagai macam teriakan serta rintihan di bawah sana yang membuat Hyun Hoon gemetar ketakutan.

Pemandangan neraka adalah pemandangan yang sukar untuk dilupakan. Kawah api yang menjilat-jilat ke atas, suara rintihan, erangan, kesakitan dimana-mana. Itu semua membuat perut Hyun Hoon serasa dijotos. Belum lagi Kerberos – si anjing berkepala tiga – yang menjadi penguasa dunia arwah di bawah sana yang mengawasi Hyun Hoon. Serta iblis-iblis yang mengenakan jubah merah darah dengan membawa tongkat-tongkat yang ujung-ujungnya lancip untuk menenggelamkan para arwah yang berusah kabur.

Charon tetap mendayung tidak perduli dengan keadaan Hyun Hoon yang setengah kacau atau lebih tepatnya sangat kacau. Perahu tiba-tiba saja berhenti di depan sebuah bangunan yang megah dan menjulang tinggi. Bangunan ini berdiri cantik di tengah-tengah kawah neraka.

Istana megah yang terbuat dari batu-batu zambrud sewarna merah darah dan memiliki tiang-tiang yang cantik jika saja tidak dibangun di tempat yang seperti ini. Charon membawa Hyun Hoon ke depan pintu gandanya yang mewah  yang menjulang di hadapannya.

“Tugas ku hanya mengantarkan kau sampai di sini, Nona. kuharap kau bisa masuk ke dalam sendirian,” kata Charon sebelum benar-benar meninggalkan Hyun Hoon sendirian di sana.

“Eh…. Tap – ” terlambat Charon sudah lebih dulu meninggalkannya dan menghilang dibalik kabut tebal.

Dia mendesah pasrah akan nasib yang diterimanya sebentar lagi. Kedua telapak tangannya berkeringat hebat, persendian di tubuhnya pun serasa lumpuh total sehingga dia tetap bergeming di tempatnya.

Ugh, kalau begini Hyun Hoon benar-benar bersumpah jika dia bertemu dengan para dewa, maka dia akan menendang tumit Apollo  karena anaknya telah membawanya kemari.

Ketika dirinya sedang berkutat dengan pikirannya tanpa disadari pintu ganda besar di depannya tersentak terbuka, dan menampilkan tubuh laki-laki yang menjulang tinggi berjalan mendekat ke arahnya.

Lelaki itu berdiri tepat di hadapan Hyun Hoon. Tampak sekali dia sedikit terganggu dengan posisi Hyun Hoon yang menghalangi jalannya.

“Kau arwah yang tersesat?” tanyanya dingin dan bersidekap angkuh.

“Eh?” Hyun Hoon mengerjap saat tahu ada seseorang yang berdiri di hadapannya.

Ke dua mata karamelnya melotot hebat ketika bersibobrok dengan mata sipit yang menatapnya tajam. Proposi wajahnya begitu sempurna meski terkesan dingin dan angkuh yang dibalut dengan kulit seputih susu. Hyun Hoon pikir dia adalah hantu paling tampan yang pernah ditemuinya. Kenapa di neraka ini banyak pendosa yang berwajah tampan, sih. Pikirnya.

“Kau siapa? Arwah yang tersesat?” ulangnya meski nadanya terkesan dingin.

“Aku bukan arwah – ”

“Lalu?” sambarnya cepat.

“Aku kirim –”

“Ah, kau kiriman Orpheus?” Hyun Hoon menggerutu sebal kenapa hantu di depannya suka sekali menyelanya berbicara?

Lelaki itu tersenyum cerah meski wajahnya masih menunjukkan ekspresi dingin. “Masuklah. DIA sudah menunggumu di dalam,” perintahnya lalu melenggang pergi begitu saja.

Hyun Hoon mendecih sebal. Hantu di depannya itu tidak sama sekali mempunyai sopan santun, meninggalkannya begitu saja. Setelah meyakinkan dirinya bahwa dia akan baik-baik saja, Hyun Hoon melangkah masuk ke dalam bangunan megah tersebut.

Mengikuti instingnya Hyun Hoon terus melangkah hingga dia berhenti tepat di depan sebuah kamar luas yang pintunya sedikit terbuka. Ia melongokkan kepalanya ke dalam.

“Tok…tok…” katanya meski pintu sudah terbuka.

Tidak ada jawaban dari dalam. Dengan langkah ragu Hyun Hoon memberanikan dirinya membawa langkahnya masuk ke dalam. Mengamati keadaan sekitarnya yang tidak bisa dibilang biasa saja untuk ukuran sebuah kamar.

Kamar luas itu hanya memiliki ranjang super besar yang berada di tengahnya dan itu menarik perhatian Hyun Hoon karena disangga dengan tulang-tulang yang entah memikirkannya saja membuat kepala cantik perempuan itu mendadak berdenyut sakit. Terlalu menakutkan membayangkan apakah itu tulang manusia atau binatang?

Dan jendela kamar tersebut menghadap jurang yang bisa Hyun Hoon pastikan kalau itu adalah jurang tempat arwah-arwah yang sedang disiksa. Karena suara teriakan mereka terdengar hingga ke tempatnya berpijak.

“Aku sudah mengatakan untuk menunggu di luar Se Hun. Bukan menung – eh?”

Hyun Hoon berjengit kaget ketika mendengar suara maskulin di belakangnya. Membuatnya tidak bisa berkutik banyak.

“Kau siapa?” suara maskulin itu terdengar begitu dingin ketika menanyakan siapa dirinya yang sudah dengan lancang masuk ke dalam teritorial pribadinya.

Hyun Hoon bisa merasakan jika langkah kaki di belakangnya mendekat ke arahnya. Seluruh tubuhnya terasa kaku dan mendingin luar biasa, karena dia bisa merasakan aura pekat hitam dominan disekitarnya.

“Kau arwah yang  tersesat?” pertanyaan itu terlontar lagi saat si penanya berdiri tepat di samping kanan Hyun Hoon.

Menoleh ke arahnya membuat kedua iris coklat hazel Hyun Hoon bersibobrok dengan iris pekat hitam di hadapannya.

Astaga! Apa ini yang mereka sebut dengan Raja kematian?

Alam bawah sadar Hyun Hoon menjerit ketika dia melihat seperti apa rupa Raja kematian yang padahal menurut gambaran dari otaknya adalah dia yang jauh dari kata ‘TAMPAN’. Dan berbanding terbalik dengan kenyataan di depannya. DIA TAMPAN LUAR BIASA SEPERTI MODEL LAKI-LAKI VICTORIA SECRET.

“Sial! Seharusnya Se Hun tidak membiarkan para arwah bergentayangan dan tersesat di kamarku.” Raja kematian itu merutuk yang menurut penglihatan Hyun Hoon itu sangat-sangat sexy.

“SE HUN!!!”

Hyun Hoon tersentak kembali kekenyataan setelah alam bawah sadarnya mengagumi betapa tampan dan gagahnya Raja kematian di depannya itu.  Sial. Kenapa juga dia masih harus terpesona dengan Raja kematian kalau hidupnya saja sedang diunjung tanduk begini.

-TBC-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar