Demigod
Fantasy Romance
Kim Jong Woon, Jung Hyun Hoon, Se Hun
.
.
.
.
Hyun Hoon tidak pernah berpikir kalau ia akan berakhir di Vienna, dulu waktu dirinya mengirimkan
proposal pengajuan beasiswanya negara
yang menjadi tujuannya adalah Milan, Italy. Negara yang menjadi pusat mode di
dunia. Karena dirinya memang mempunyai ambisi untuk menjadi seorang fashion
designer terkenal di dunia. Meskipun impiannya untuk mendapatkan beasiswa
di Milan tidak ia dapatkan setidaknya ia sangat bersyukur proposal pengajuan
beasisiwanya diterima di salah satu sekolah fashion terbaik yang ada di Vienna,
University of Applied Arts.
Menurutnya Vienna
selain menjadi kota tempat lahirnya para musisi ternama, kota ini juga menjadi kota
fahion meski tidak menjadi kiblat fahion di dunia layaknya Milan atau Paris. Terbukti dengan berdirinya dia di depan sebuah butik ternama VIV Vintage yang berada di Gumpendorfer
Strasse salah satu pusat perbelanjaan terbesar Vienna. Memang banyak butik-butik yang
berlomba-lomba menawarkan karya-karya hebat para desainer terkenal dunia di
dalamnya, tapi menurut Hyun Hoon hanya toko ini yang lebih baik dari yang
lainnya.
Setengah jam yang lalu Helmut Lang – dosen pembimbingnya - meminta
dirinya untuk mengambil stelan jas yang dibelinya di toko ini. Meski Helmut
Lang seorang desainer dia tetap memakai produk-produk orang lain ketimbang
produk buatannya sendiri. Padahal seharusnya Hyun Hoon berada di kamarnya,
bergulat dengan kertas-kertas gambar baju rancangannya untuk acara fashion
show weeknya. Bukan selalu sibuk mengurusi urusan dosen pembimbingnya itu.
“Permisi… bisa aku ambil jas pesanan Mr. Lang?” tanya
Hyun Hoon pada pramusaji di depannya.
Pramusaji itu menatap Hyun Hoon dengan pandangan dari atas
ke bawah menilai dirinya apakah cukup dipercaya untuk mengambil jas pesanan
yang harganya bisa mencekik lehernya itu. Tau dengan ketidakyakinan pramusaji
di depannya itu Hyun Hoon segara mengeluarkan memo perintah yang ditulis Helmut
Lang untuknya. Untung saja dia berinisiatif memintanya kalau tidak mungkin dia
akan ditendang keluar dari butik mewah ini.
“This, you can see the memo orders from Mr. Lang.”
Hyun Hoon mengangsurkan kertas memonya ke hadapan pramusaji. Dirasa cukup
dipercaya pramusaji itu pergi ke area belakang untuk mengambil stelan jas yang
diminta.
10 menit sekembalinya
pramusaji, Hyun Hoon menerima jas mahal pesanannya dengan hati-hati. Dia cukup tahu diri untuk tidak
merusak siinci pun jas tersebut, karena jika itu terjadi Hyun Hoon tidak tahu
harus menggantinya dengan uang dari mana.
Begitu keluar dari butik
angin musim dingin langsung
menerpa kulit pipinya, dan itu membuat kedua pipinya semerah buah chery. Karena
tergesa-gesa Hyun Hoon meninggalkan syalnya di kamarnya. Bukan meninggalkan
tapi lebih tepatnya dia meluapakannya.
“Damn! Seharusnya aku tidak melupakan syalku di
kamar,” gerutunya sambil terus melangkah menuju halte bus.
Angin dipenghujung musim dingin memang menyebalkan,
menurutnya angin akan berhembus dua kali lipat lebih kencang dari
sebelum-sebelumnya. Jalanan aspal pun terlihat mengkilat karena masih
terselimuti es. Untuk itu Hyun Hoon
membawa langkahnya dengan hati-hati dia tidak mau terpleset dan melukai jas
mahal yang dibawanya.
Vienna memang akan berubah menjadi lautan salju saat musim
dingin, mungkin karena letak geografisnya
yang berdekatan dengan negara-negara yang mempunyai musim dingin yang
ekstrim seperti ; Jerman, Swiss, dan lainnya. Dan juga mempunyai gunung yang tertutup dengan salju abadi,
Alpen.
Tinggal beberapa langkah lagi kakinya sampai di halte bus
tiba-tiba seorang pria muncul dari balik pohon di pinggir jalan. Sontak membuat
Hyun Hoon hampir terjungkal ke belakang kalau saja dia tidak bisa
menyeimbangkan tubuhnya.
“OH MY GOD!” pekiknya.
Sementara itu lelaki yang muncul dari balik pohon tersebut hanya
menertawakan reaksi Hyun Hoon yang mana justru membuat Hyun Hoon bertambah
jengkel.
“Gute-Nacht-Fräulein!” sapanya dengan bahasa Jerman
yang terdengar fasih. Hyun Hoon pikir lelaki ini adalah penduduk asli Vienna
karena pelafalannya yang berbeda dengan orang-orang pendatang, seperti
dirinya.
“Maaf, membuat anda terkejut, Fräulein . Seharusnya aku
bisa muncul dihadapan anda dengan waktu yang pas,” katanya lagi dengan suara
yang serak dan berat.
Melihat keadaan sekitar yang sedikit sepi Hyun Hoon sedikit
waspada terhadap lelaki di depannya, dia mengeratkan jari-jarinya di tas tangan
dan juga jas yang dibawanya. Takut-takut kalau lelaki ini adalah seorang
perampok.
Gerakan mengantisipasi Hyun Hoon justru membuat lelaki bercoat
panjang itu tertawa serak. “Aku tidak berniat untuk merampok anda, Fräulein.
Jadi, tenang saja.”
“Jadi – ” dia memberi jeda dalam perkataannya untuk menarik
atensi Hyun Hoon. “ – apakah anda tertarik untuk mendengarkan satu lagu, Fräulein
?”
Hyun Hoon mengerjapkan matanya dia masih belum fokus dengan apa
yang diminta oleh lelaki di hadapannya itu.
“Hm?”
“Aku anggap kau setuju untuk mendengarkan laguku.” Lelaki itu
mengeluarkan sebuah lira kecil yang disimpannya di dalam long coatnya.
Lelaki itu tersenyum dan Hyun Hoon menyadari jika lelaki di
depannya itu tampan. Meski sebagian wajahnya tertutup topi rajut dan syal tapi
Hyun Hoon bisa melihat dengan jelas garis wajah lelaki di hadapannya itu karena
terbias cahaya lampu jalanan. Garis wajah kuno klasik dengan rahang yang tegas,
seperti patung-patung pahatan Michelangelo yang sering dilihatnya.
Hyun Hoon tak habis pikir kenapa lelaki setampan ini bisa
berakhir menjadi pengamen jalanan seperti ini. Padahal bisa saja dia menjadi
model terkenal, bahkan dewi Afrodit bisa
saja jatuh hati dengan lelaki ini. Terkadang dunia memang tidak adil bagi
manusia.
Hyun Hoon menoleh ringkas lalu memperhatikan saat lelaki itu
mulai menggerakkan jari-jarinya di senar lira miliknya.
Cerdas sekali!
Nada-nada sempurna mengalun dari kelihaian jari-jarinya.
Hyun Hoon seperti melihat nada-nada itu melingkupi tubuhnya, membalut layaknya
selimut yang menghangatkan tubuhnya.
‘Oh, ini lebih indah dari musik klasik milik Mozart dan
Van Beethoven,’ pikirnya.
Nada-nada liranya begitu lugas dan indah. Seolah menarik
Hyun Hoon untuk bergerak mengikuti iramanya; membelainya dalam kemabukan
musikal yang lugu. Kaki-kakinya bergerak
diluar kendali Hyun Hoon; mengikuti nadanya tanpa sadar.
Sampai kaki-kakinya
membawa Hyun Hoon terperosok ke dalam lubang. Hyun Hoon membuka matanya
dengan panik dan melihat pemuda tadi tersenyum mengejek di atasnya. Bisa Hyun
Hoon lihat pemuda itu melepas topi
rajutnya dan juga syal yang dikenakannya. Rambutnya yang keemasan disekanya
kebelakang lalu dia menyimpan kembali liranya. Pesona ketampanannya berkali-kali
lipat lebih tajam dan menyilaukan penglihatan Hyun Hoon. Sementara itu Hyun
Hoon berusaha menggapai sesuatu yang bisa membantunya keluar dari lubang itu.
“TOLONG!” serunya putus asa sementara tubuhnya semakin
merosot ke dalam dengan pasti.
“Selamat jalan, Fräulein,” kata pemuda itu dan
membungkuk hormat.
Saat itu juga otak Hyun Hoon bekerja lebih cepat dari
biasanya.
Ketampanan yang mempesona… Lira… Nada yang kaya dan cerdas… Dan lubang ini…
“ORPHEUS!” teriak Hyun Hoon yang kemudian menghilang dalam
kegelapan. “KAU ORPHEUS.”
Orpheus, pemuda tampan itu tersenyum. “Aku senang ternyata
banyak sekali orang-orang yang mengenaliku dalam perjalanan ke dunia bawah,”
katanya lalu menghilang dalam sapuan angin dingin malam.
.
.
.
.
Hyun Hoon tidak pernah berpikir kalau dia akan bertemu
dengan salah satu dewa Yunani. TIDAK PERNAH. Lagi pula dia tidak mempercayai
kalau dewa-dewa itu masih hidup di abad
ke dua puluh satu. Bukannya itu hanya mitos, atau sekedar dongeng tidur untuk
anak-anak.
Dulu dia memang pernah mempelajari tentang mitologi
dewa-dewa Yunanani kuno waktu dirinya duduk di bangku senior high school.
Tapi tidak pernah terbesit angannya untuk bertemu dengan mereka, karena dia
bukan Kim – teman sebangkunya – yang terobsesi ingin bertemu dengan dewa-dewa Yunani kuno.
Sampai dia terperosok ke dalam lubang yang menyedotnya untuk
jatuh semakin dalam, hingga berakhir terjatuh di atas kerikil-kerikil kecil
yang membuatnya mengaduh kesakitan. Barulah dia percaya kalau dunia para dewa
itu masih ada hingga saat ini.
Hyun Hoon mencoba bangun berdiri dan membersihkan tubuhnya.
Di bawah kakinya tergeletak tragis stelan jas mahal milik Mr. Lang yang
sudah kusut dan terkena genangan air berwarna coklat. Hatinya mencelos melihat
kondisi jasnya, bagaimanapun juga dia harus membayar mahal untuk mengganti jas
tersebut. Nanti setelah dia berhasil keluar dari tempat ini.
Hyun Hoon berada di sebuah lorong gua panjang dan dingin.
Ada air yang menetes dari langit-langit gua dan suaranya memantul hingga ke dalam.
Gadis itu bersin.
Dia mengusap ujung hidungnya yang mulai memerah, udara
dingin di dalam gua melingkupi tubuhnya. Dia mendesah pasrah saat dilihat
sekelilingnya sepi dan gelap. Rasanya Hyun Hoon ingin menangis saat itu juga karena
dengan mudah terjebak Orpheus – dewa musik sialan – dia bersumpah akan
menggantung lehernya di puncak gunung Alpen jika bertemu lagi.
Hyun Hoon menyeret langkahnya menyusuri lorong gua tersebut
antara berani dan takut. Dalam perjalanannya dia banyak sekali menemukan
persimpangan-persimpangan yang membuat bulu kuduknya berdiri. Yang paling buruk
adalah persimpangan yang berisi tulang-tulang manusia dengan pakaiannya.
Pada akhirnya Hyun Hoon hanya seorang gadis yang akan
menangis ketika dihadapi dengan sesuatu yang membuatnya takut dan putus asa.
Dia jatuh terduduk di atas tanah becek yang berlubang. Membuat kotor long coat
kesayangannya. Rambutnya yang sewarna coklat madu menjadi lembab dan lengket.
Sedangkan sepatu bootsnya berwarna senada dengan lumpur, coklat kehitaman.
Suara tangisnya yang berdeguk menggema memenuhi setiap sel
dalam gua, membuat siapapun yang mendengarnya merasa iba dengan gadis ringkih
itu. Dan dalam kekalutan serta ketidakfahamannya kenapa Orpheus dengan tega menjebaknya
ke dunia bawah; dunianya orang mati. Ia mencoba bangkit disisa-sisa
keberaniannya.
Tangan Hyun Hoon menggapai-gapai di dinding yang lembab dan
dingin, kedua irisnya mencoba menembus batas hitam pekat yang diharapkannya ada
cahaya di ujung sana. Tangisnya belum berhenti.
Otaknya sedang berpikir keras kenapa dia bisa berakhir di
dunia bawah yang menakutkan ini. Apa ada kesalahan dari nenek moyangnya yang
mengharuskan dia menerima hukumannya dengan dibuang kesini? atau nenek
moyangnya yang punya perjanjian dengan para dewa sehingga dia yang harus
menebusnya?
Pikirannya rasanya kusut seperti jalinan benang yang menggumpal
jadi satu. Awalnya sebagai gadis Eropa yang modis lagi cerdas yang berkuliah di
universitas ternama Vienna. Dan impiannya menjadi seorang fashion desainer
terkenal harus hancur dalam sekejap karena terjebak disini; di gorong-gorong
panjang yang dingin dan gelap.
Hyun Hoon frustasi.
Dia tiba si sebuah sungai . Sungai yang lebarnya lima kali
lipat dari sungai-sungai yang ada di dunia. Sungai tersebut mempunyai aliran
air yang deras, terlihat sangat dalam dan gelap, sebagian airnya mengalir ke
permukaan, dan airnya beracun.
Hyun Hoon mengerjapkan matanya, dia masihi disorientasi
dengan semua kejadian yang menimpanya saat ini. Terlihat sekali jika sungai ini
seperti tidak memiliki ujungnya. Dan saat itulah dari balik kabut tebal muncul
seorang lelaki tua berjanggut putih panjang dengan perahu kayu yang terlihat
reyot menghampiri tepian sungai.
“Makhluk hidup?” katanya dengan suara yang berat. “Apa yang
kau lakukan di dunia bawah?”
“Apa?” ulang Hyun Hoon, otaknya serasa lamban memahami
perkataan pria tua di hadapannya.
“Kau masih bernapas,” katanya lagi. “Jantungmu masih
berdetak.”
Kedua alisnya mengernyit saat memahami perkataan lelaki tua
itu. “Tentu saja aku masih bernapas!” balas Hyun Hoon sengit. Tidak terima
dengan ucapannya.
“Lalu untuk apa kau kemari?”
“aku? Seharusnya aku yang bertanya kenapa aku bisa disini?”
Hyun Hoon mencoba mengatur nafasnya yang putus-putus akibat emosinya yang
membuncah.
“Mungkin dia kiriman dari Orpheus untuk Raja kematian sebagai
pertukaran dalam membebaskan Eurydice, kekasihnya, Charon.”
Hyun Hoon dan lelaki tua yang dipanggil Charon itu menoleh
dan menemukan lelaki dengan baju zirah Yunani kuno berpendar di sisi kanan Hyun
Hoon. Dan membuat Hyun Hoon terperanjat dari tempatnya.
Apa tadi? Dia bilang dirinya sebagai pertukaran untuk
membebaskan kekasihnya Orpheus? Orpheus benar-benar harus dipenggal kepalanya
dan digantung di pegunungan Alpen.
“Aku rasa Raja kematian mengganti seleranya dengan gadis-gadis Eropa.” Charon menoleh ringkas ke
arah Hyun Hoon.
“Mungkin saja,” balas pemuda itu dan tersenyum ke arah Hyun
Hoon. “Halo, aku Pirithous,” katanya mengenalkan diri dengan gaya yang dibuat
sok tampan. Justru membuat Hyun Hoon mual.
“Yeah, aku yakin kau sudah pernah mendengar kisahku yang
mencoba menculik Persefone. Tapi percayalah bukan aku yang melakukannya tapi si
Theseus. Lagi pula aku tidak mempunyai selera dengan wanita yang sudah
bersuami. Aku lebih tertarik dengan gadis-gadis yang masih perawan.” Dia
melirik penuh arti ke arah tubuh Hyun Hoon.
Ya, Hyun Hoon memang pernah mendengar cerita tentang
Pirithous yang bersekongkol dengan sahabatnya Theseus untuk menculik istri
Hades – dewa kematian – persefone, karena terpikat dengan kecantikannya. Tapi,
sayangnya Hades sudah lebih dulu mengetahui niat jahat mereka dan
menghukumnya lebih dulu.
“Kau mungkin saja bisa menggoda Persefone, dude. Tapi
tidak untuk gadis Eropa ini.” Itu Charon yang bilang di sela-sela suara tawanya
yang serak dan berdeguk.
“Naiklah, aku harus menyelesaikan pekerjaanku dengan
mengantarkanmu ke hadapanNYA,” perintah Charon.
“Nya?” ulang Hyun Hoon. “ Siapa?”
Pirithous mendesah jengah. “Memangnya siapa lagi? tentu saja
Raja orang mati.”
Kedua iris hazel Hyun Hoon membola, terlalu schok mendengar
perkataan Pirithous. “ Tapi aku belum mati,” belanya.
Pirithous merasa kasihan dengan keadaan Hyun Hoon, dia tahu
gadis ini pasti sangat takut sekarang. Terlihat sekali wajahnya yang pucat
pasi.
“Dengar, nona. Aku tahu kau belum mati, tapi kau harus ikut
dengan Charon menyeberangi sungai Akheron menuju gerbang Neraka – tidak jangan
panik!” tambahnya saat melihat Hyun Hoon mundur dengan panik ketika mendengar
kata neraka.
“Kau belum mati, oke! Jadi kau dan Charon hanya melewati
gerbang Neraka. Lalu Charon akan membawamu ke hadapan Raja kematian,” katanya.
“Percaya padaku kalau kau tidak akan disakitinya.”
Haruskah Hyun Hoon mempercayai hantu di depannya itu?
kata-katanya terlalu meyakinkan dirinya.
“Aku harap kau ingat, Pirithous. Jika pekerjaanku menumpuk
untuk mengantarkan arwah-arwah manusia. Jadi, bisa kau percepat membujuk gadis
itu,” gerutu lelaki tua itu di atas perahu reyotnya.
“Tapi, kenapa harus aku yang dibawa ke Raja kematian?” tanya
Hyun Hoon putus asa. “Kembalikan aku ke dunia ku!” dia nyaris terisak lagi di
hadapan hantu Pirithous dan tukang dayung yang tidak ramah.
Pirithous menoleh ke arah Charon, lalu menghendikkan bahunya.
“Hanya Orpheus yang tahu,” katanya.
“Dia memang sering menjebak gadis-gadis cantik sebagai
tebusan untuk kekasihnya dan dikirim ke Raja
kematian.”
“Bagaimana kalau kau seret saja gadis itu ke perahu?
Pekerjaanku banyak dan aku tidak pernah digaji,” kata Charon bosan.
Pirithous menoleh ke arah Hyun Hoon yang menatap sebal
Charon. “Kau tidak mau membuat pri tua itu bosan menunggu kan? dia agak kasar kalau sedang marah.”
Mau tidak mau Hyun Hoon melangkahkan kakinya ke atas perahu
kayu yang reyot dan sedikit oleng karena
terkena gelombang kecil aliran sungai. Charon menggapainya dan menyuruhnya
duduk di sebilah papan yang difungsikan sebagai tempat duduk.
“Semoga perjalanmu menyenangkan, Nona. Dan hati-hati dengan
Kerberos.”
Hyun Hoon memutar bola matanya jengah. ‘Sial. Aku mulia
mempercayai hantu.’ Gerutunya.
Perahu kayu yang Charon dayung terus melaju melawan arus
aliran sungai yang berlawanan. Dia mendapatkan banyak barang-barang duniawi
yang hanyut di sungai Akheron; boneka yang nampak lusuh, jam, sepatu, tas, dan
lain-lain.
“Itu semua barang-barang duniawi yang dikubur atau dibakar
bersamaan dengan para arwah oleh keluarga mereka,” jelas Charon yang mengerti
kebingungan di wajah Hyun Hoon.
Perahunya terus melaju meski lamban tapi pasti, sampai Hyun
Hoon merasakan hawa panas yang menyengat dan sebuah sinar kuning keemasan yang
menyilaukan matanya. Di ujung sana sebuah gerbang besar yang terbuat dari emas
terbuka lebar saat perahu yang ditumpanginya masuk ke dalam. Terus
meluncur lalu kemudian mengambang di udara.
Dan hal yang dapat
Hyun Hoon lakukan adalah menggigil ketakutan di tempatnya saat kedua matanya
pertama kali melihat pemandangan di bawahnya. Sekumpulan manusia yang di gilas
dengan lempengan besi besar yang panas. Dan juga berbagai macam teriakan serta
rintihan di bawah sana yang membuat Hyun Hoon gemetar ketakutan.
Pemandangan neraka adalah pemandangan yang sukar untuk dilupakan.
Kawah api yang menjilat-jilat ke atas, suara rintihan, erangan, kesakitan
dimana-mana. Itu semua membuat perut Hyun Hoon serasa dijotos. Belum lagi
Kerberos – si anjing berkepala tiga – yang menjadi penguasa dunia arwah di
bawah sana yang mengawasi Hyun Hoon. Serta iblis-iblis yang mengenakan jubah
merah darah dengan membawa tongkat-tongkat yang ujung-ujungnya lancip untuk
menenggelamkan para arwah yang berusah kabur.
Charon tetap mendayung tidak perduli dengan keadaan Hyun
Hoon yang setengah kacau atau lebih tepatnya sangat kacau. Perahu tiba-tiba
saja berhenti di depan sebuah bangunan yang megah dan menjulang tinggi.
Bangunan ini berdiri cantik di tengah-tengah kawah neraka.
Istana megah yang terbuat dari batu-batu zambrud sewarna
merah darah dan memiliki tiang-tiang yang cantik jika saja tidak dibangun di
tempat yang seperti ini. Charon membawa Hyun Hoon ke depan pintu gandanya yang
mewah yang menjulang di hadapannya.
“Tugas ku hanya mengantarkan kau sampai di sini, Nona. kuharap
kau bisa masuk ke dalam sendirian,” kata Charon sebelum benar-benar
meninggalkan Hyun Hoon sendirian di sana.
“Eh…. Tap – ” terlambat Charon sudah lebih dulu
meninggalkannya dan menghilang dibalik kabut tebal.
Dia mendesah pasrah akan nasib yang diterimanya sebentar
lagi. Kedua telapak tangannya berkeringat hebat, persendian di tubuhnya pun
serasa lumpuh total sehingga dia tetap bergeming di tempatnya.
Ugh, kalau begini Hyun Hoon benar-benar bersumpah jika dia
bertemu dengan para dewa, maka dia akan menendang tumit Apollo karena anaknya telah membawanya kemari.
Ketika dirinya sedang berkutat dengan pikirannya tanpa
disadari pintu ganda besar di depannya tersentak terbuka, dan menampilkan tubuh
laki-laki yang menjulang tinggi berjalan mendekat ke arahnya.
Lelaki itu berdiri tepat di hadapan Hyun Hoon. Tampak sekali
dia sedikit terganggu dengan posisi Hyun Hoon yang menghalangi jalannya.
“Kau arwah yang tersesat?” tanyanya dingin dan bersidekap
angkuh.
“Eh?” Hyun Hoon mengerjap saat tahu ada seseorang yang
berdiri di hadapannya.
Ke dua mata karamelnya melotot hebat ketika bersibobrok
dengan mata sipit yang menatapnya tajam. Proposi wajahnya begitu sempurna meski
terkesan dingin dan angkuh yang dibalut dengan kulit seputih susu. Hyun Hoon
pikir dia adalah hantu paling tampan yang pernah ditemuinya. Kenapa di
neraka ini banyak pendosa yang berwajah tampan, sih. Pikirnya.
“Kau siapa? Arwah yang tersesat?” ulangnya meski nadanya
terkesan dingin.
“Aku bukan arwah – ”
“Lalu?” sambarnya cepat.
“Aku kirim –”
“Ah, kau kiriman Orpheus?” Hyun Hoon menggerutu sebal kenapa
hantu di depannya suka sekali menyelanya berbicara?
Lelaki itu tersenyum cerah meski wajahnya masih menunjukkan
ekspresi dingin. “Masuklah. DIA sudah menunggumu di dalam,” perintahnya lalu
melenggang pergi begitu saja.
Hyun Hoon mendecih sebal. Hantu di depannya itu tidak sama
sekali mempunyai sopan santun, meninggalkannya begitu saja. Setelah meyakinkan
dirinya bahwa dia akan baik-baik saja, Hyun Hoon melangkah masuk ke dalam
bangunan megah tersebut.
Mengikuti instingnya Hyun Hoon terus melangkah hingga dia
berhenti tepat di depan sebuah kamar luas yang pintunya sedikit terbuka. Ia
melongokkan kepalanya ke dalam.
“Tok…tok…” katanya meski pintu sudah terbuka.
Tidak ada jawaban dari dalam. Dengan langkah ragu Hyun Hoon
memberanikan dirinya membawa langkahnya masuk ke dalam. Mengamati keadaan
sekitarnya yang tidak bisa dibilang biasa saja untuk ukuran sebuah kamar.
Kamar luas itu hanya memiliki ranjang super besar yang
berada di tengahnya dan itu menarik perhatian Hyun Hoon karena disangga dengan
tulang-tulang yang entah memikirkannya saja membuat kepala cantik perempuan itu
mendadak berdenyut sakit. Terlalu menakutkan membayangkan apakah itu tulang
manusia atau binatang?
Dan jendela kamar tersebut menghadap jurang yang bisa Hyun
Hoon pastikan kalau itu adalah jurang tempat arwah-arwah yang sedang disiksa.
Karena suara teriakan mereka terdengar hingga ke tempatnya berpijak.
“Aku sudah mengatakan untuk menunggu di luar Se Hun. Bukan
menung – eh?”
Hyun Hoon berjengit kaget ketika mendengar suara maskulin di
belakangnya. Membuatnya tidak bisa berkutik banyak.
“Kau siapa?” suara maskulin itu terdengar begitu dingin
ketika menanyakan siapa dirinya yang sudah dengan lancang masuk ke dalam
teritorial pribadinya.
Hyun Hoon bisa merasakan jika langkah kaki di belakangnya
mendekat ke arahnya. Seluruh tubuhnya terasa kaku dan mendingin luar biasa,
karena dia bisa merasakan aura pekat hitam dominan disekitarnya.
“Kau arwah yang tersesat?”
pertanyaan itu terlontar lagi saat si penanya berdiri tepat di samping kanan
Hyun Hoon.
Menoleh ke arahnya membuat kedua iris coklat hazel Hyun Hoon
bersibobrok dengan iris pekat hitam di hadapannya.
Astaga! Apa ini yang mereka sebut dengan Raja kematian?
Alam bawah sadar Hyun Hoon menjerit ketika dia melihat
seperti apa rupa Raja kematian yang padahal menurut gambaran dari otaknya
adalah dia yang jauh dari kata ‘TAMPAN’. Dan berbanding terbalik dengan
kenyataan di depannya. DIA TAMPAN LUAR BIASA SEPERTI MODEL LAKI-LAKI VICTORIA
SECRET.
“Sial! Seharusnya Se Hun tidak membiarkan para arwah bergentayangan
dan tersesat di kamarku.” Raja kematian itu merutuk yang menurut penglihatan
Hyun Hoon itu sangat-sangat sexy.
“SE HUN!!!”
Hyun Hoon tersentak kembali kekenyataan setelah alam bawah
sadarnya mengagumi betapa tampan dan gagahnya Raja kematian di depannya
itu. Sial. Kenapa juga dia masih harus
terpesona dengan Raja kematian kalau hidupnya saja sedang diunjung tanduk
begini.
-TBC-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar